Pages

Selasa, 26 Oktober 2010

Pejuang Tanpa Pamrih

  Namanya Sudarwan, Ia kini berusian 78 tahun. Dulu ketika Indonesia sedang memperjuangkan kemerdekaannya, ia termasuk pejuang rakyat yang ikut berjuang keras mengusir penjajah. Saatini ia tinggal di sebuah bilik berukuran 5 x 6 meter persegi bersama istrinya. Anaknya berjumlah sembilan dan sudah berkeluarga semua.
  Sudarwan tidak termasuk veteran yang mendapatkan dana pensiun untuk menyambung hidupnya. Ia tidak pernah mau mengurus sepeti halnya teman-teman yang lainnya. Baginya ia berjuang tidak untuk mendapatkan uang dikemudian hari. Baginya ia berjuang untuk memenuhi  panggilan hatinya. Ia mengistilahkannya dengan sebuah rasa gemas yang dengan seenak hatinya menginjak-injak harga diri bangsa.
  Setelah masa perjuangan selesai, ia menikahi seorang gadis yang ditemuinya di pasar. Hingga sembilan anak dan beberapa cucu. Untuk menyambung hidupnya, ia bekerja sebagaiburuh tani dan sudah 11 tahun ini bekerja sebagai pemulung, setelah ia memutuskan pindah kota beberapa waktu silam.
  Penghasilannya setiap hari sangat tidak menentu. Seringkali mereka hanya makan satu kali sehari. Mereka bertekad untuk tidak menyulitkan anak-anaknya, sehingga mereka tidak pernah meminta belas kasihan atas kondisinya. Pakaian yang dipakai pak Sudarwan dan istrinya sangat sederhana dengan beberapa sobekan disana-sini. Namun mereka merasa bahagia dengan keadaan seperti itu.
  Sebuah rutinitas yang selalu dilakuka Pak Sudarwan lakukan adalah bahwa pada setiap hari Senin ketika sebuah SD Negeri di dekat rumahnya mengadakan upacara bendera, ia selalu menyempatkan berdiri di luar pagar SD itu  untuk melakukan penghormatan kepada "Sang Saka Merah Putih" ketika sesi penghormatan bendera dilakukan. Ia selalu menitihkan air mata ketika ia melakukan penghormatan bendera dengan sikap sempurna melalui tubuh rentanya. :')

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites